MAJALAHREFORMASI.com – Suasana ibadah Minggu pagi di Gereja Pentakosta Kristus, Bungur, Senen, Jakarta Pusat, terasa hangat dan penuh pengharapan saat Jhon Panggabean memimpin jalannya khotbah.
Tokoh yang dikenal sebagai mantan Ketua Panggabean se-Jabodetabek dan juga mantan Penimpim Umum Majalah Hukum Pledoi dan Wakil ketua umum Perafi SAI menyampaikan pesan-pesan rohani yang menyentuh hati dan relevan dengan pergumulan hidup sehari-hari.
Jhon mengawali khotbahnya dengan mengutip Amsal 22:4, yang berbunyi: “Ganjaran kerendahan hati dan takut akan TUHAN adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan.” Menurutnya, kekayaan sejati tidak selalu diukur dari materi, melainkan damai sejahtera yang datang dari Allah.
“Sering kali kita berpikir kekayaan itu hanya soal uang dan harta. Padahal, damai sejahtera, rasa cukup, dan sukacita dalam Tuhan adalah kekayaan yang jauh lebih bernilai,” ujar Jhon.
Untuk melengkapi pesannya, ia juga mengangkat Filipi 2:3, menekankan pentingnya bersikap rendah hati dan tidak mementingkan diri sendiri. “Hidup ini berat. Tapi di dalam Tuhan, kita bisa menikmati hidup, karena Tuhan memberi kekuatan,” lanjutnya dengan suara mantap namun penuh kelembutan.
Dalam khotbahnya, Jhon turut menyinggung kehidupan rumah tangga. Ia menegaskan bahwa keharmonisan antara suami dan istri adalah kunci kebahagiaan, “Saling memuji, saling menghibur. Bagaimana bisa ramah kepada orang lain kalau di rumah sendiri sering berantem?”
Dengan gaya bertutur yang hangat, Jhon juga membagikan pengalaman pribadinya yang penuh liku. Ia mengenang masa-masa sulit saat baru merintis kantor sendiri ketika itu, ia bahkan tidak memiliki uang untuk membayar perpanjangan kontrakan. Dalam keterbatasan, Jhon hanya bisa berdoa dan berharap sepenuhnya kepada Tuhan. Mujizat pun terjadi, Tuhan memberi pertolongan yang tak disangka-sangka. Ia mengakui, pergumulan seperti itu kerap ia alami, terutama selama lima tahun pertama sejak membuka kantor.
Ia hanya menaruh harapannya kepada Tuhan dan terus belajar untuk bersyukur dalam segala keadaan. Beberapa tahun kemudian, Jhon mulai melihat jawaban atas doanya, Tuhan memberinya kepercayaan melalui berbagai pekerjaan dan klien yang datang silih berganti.
Saat itu, ia memilih untuk berserah dan tetap mendekat kepada Tuhan dalam iman. ”Saya tidak kuatir menghadapi semua masalah karena saya mengimani firman Tuhan yang menyatakan: Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.”
Dalam perjalanan hidup terutama pada saat sukses penuh kesibukan saat itulah sering seseorang lupa akan persekutuan dengan Tuhan dan pola hidup yang tidak teratur seperti yang pernah dialaminya.
Namun dia diluaskan Tuhan mengalami sakit yang panjang selama 2 tahun, 10 kali masuk rumah sakit, termasuk bergumul dengan penyakit autoimun yang menguras hartanya.
Akan tetapi Tuhan yang Maha Pengasih tidak pernah meninggalkan. Saat obat sudah habis dan tak ada lagi uang untuk membeli, dalam kondisi yang begitu terjepit, kami suami istri hanya bisa menangis dan berseru kepada Tuhan, memohon pengampunan dan memohon kesembuhan.
Sejak saat itu, mujizat pun terjadi. Tubuh mulai terasa kuat, semakin hari semakin pulih, hingga akhirnya sembuh total. Jhon juga bersaksi tentang penyertaan Tuhan dalam kehidupan anak-anaknya—baik dalam pertumbuhan rohani maupun keberhasilan mereka di dunia karier.
Kepada jemaat yang hadir, pria yang kini telah dikaruniai tiga orang cucu ini juga mengingatkan bahaya pergaulan yang buruk. Ia mengutip prinsip firman Tuhan: ‘Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik.’ Karena itu, menurutnya, sangat penting untuk menjaga lingkungan pergaulan dan tetap hidup dalam takut akan Tuhan, sebagaimana tertulis dalam Amsal 8:13.
“Rendah hati itu bukan lemah. Itu kekuatan. Orang sombong gampang jatuh, karena iblis selalu mencari orang yang dapat ditelannya dalam arti agar terjatuh dan jauh dari Tuhan. Tapi siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan oleh Tuhan,” tegasnya.
Ia juga mengajak jemaat untuk selalu menjaga hati dan lidah. “Jangan balas kejahatan dengan kejahatan. Kalau ada yang menyakiti, doakan dan berkati mereka. Kita ini tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.”
Jhon juga mengutip firman Tuhan tentang arti takut akan Tuhan dari Amsal 8:13 yang berbunyi: ‘Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan; aku benci kepada kesombongan, kecongkakan, tingkah laku yang jahat, dan mulut penuh tipu muslihat.’ Ayat ini ditekankannya sebagai dasar hidup yang benar di hadapan Tuhan.
Pesan terakhir dari Jhon menegaskan pentingnya memiliki sikap positif dalam perkataan, terutama kepada anak-anak. “Perkataan kita bisa jadi doa dan arah hidup mereka. Maka ucapkan hal-hal yang membangun.”
Kehadiran Jhon Panggabean di mimbar pagi itu bukan hanya memberi pengajaran, tetapi juga penguatan iman yang menyentuh hati banyak jemaat. Ia tidak hanya berkhotbah, tapi menyampaikan kehidupan yang dijalani dengan iman jujur, penuh tantangan, namun penuh syukur.
“Tetaplah bersukacita dalam segala keadaan, karena Tuhan tidak pernah lalai menolong,” pungkasnya, disambut tepuk tangan dan haru dari para jemaat yang hadir.***









