MAJALAHREFORMASI.com – Meningkatnya gelombang kasus intoleransi yang terjadi di berbagai penjuru negeri kembali mengusik nurani bangsa. Ketua Umum DANTARA (Damai Nusantaraku), Putri Simorangkir, menyampaikan pernyataan terbuka yang menggugah hati, menyerukan refleksi mendalam atas kondisi sosial-politik Indonesia yang kian rapuh oleh ketakutan dan prasangka.
Dikenal sebagai tokoh vokal dalam memperjuangkan hak asasi dan nilai kebhinekaan, Putri tak menutupi rasa kecewa dan keprihatinannya.
“Kita bisa berbeda latar belakang, keyakinan, atau pandangan, tapi kita tetap satu bangsa. Sayangnya, akhir-akhir ini saya melihat bukan perbedaan yang menjadi masalah, melainkan ketakutan kolektif kita untuk menghargai perbedaan itu. Dan itu jauh lebih berbahaya.”
Intoleransi: Luka yang Merusak Demokrasi
Menurut Putri, intoleransi tidak sekadar menebar luka antarwarga, tapi juga menggerogoti sendi-sendi demokrasi yang selama ini diperjuangkan dengan susah payah.
“Kita tidak kekurangan hukum. Yang kurang adalah keberanian untuk menegakkannya tanpa pandang bulu. Toleransi bukan hanya soal kampanye, tapi soal keadilan. Dan keadilan hanya hadir ketika korban dilindungi, bukan ditinggalkan.”
Putri juga menyoroti sikap aparat negara yang kerap terlihat gamang dalam menangani kasus-kasus intoleransi, terutama ketika pelaku memiliki kedekatan dengan kelompok tertentu yang punya pengaruh.
“Ketika negara membiarkan tindakan diskriminatif terjadi, ketika pelaku cukup diminta maaf tanpa proses yang adil, dan ketika korban malah dibujuk untuk tidak menuntut, maka sebenarnya kita sedang melegitimasi ketidakadilan. Ini bukan wajah Indonesia yang diimpikan para pendiri bangsa.”
Kekecewaan dan Harapan untuk Pemerintah
Lebih lanjut, Putri mengungkapkan bahwa respons pemerintah terhadap berbagai peristiwa intoleransi kerap tidak mencerminkan empati dan keberpihakan yang jelas.
“Saya jujur tidak lagi merasa terkejut setiap kali ada kasus seperti ini terjadi. Yang menyakitkan bukan hanya peristiwanya, tapi bagaimana minimnya langkah nyata untuk menghentikannya. Kita butuh keberanian dari negara, bukan hanya pernyataan normatif.”
Ia berharap pemerintah dapat bersikap lebih terbuka dan berpihak pada keadilan, bukan sekadar menjaga stabilitas semu.
“Pemerintah harus buka mata dan buka hati. Rakyat negeri ini terdiri dari berbagai latar belakang yang semuanya ikut berjuang membangun bangsa ini. Tidak ada satu pun kelompok yang boleh merasa sendirian di rumahnya sendiri.”
Sebagai penutup, Putri menyampaikan pesan yang menguatkan kepada masyarakat luas agar tidak tenggelam dalam keputusasaan.
“Saya ingin masyarakat tetap kuat, tetap menjaga hati dan pikiran. Segala yang terjadi tidak lepas dari kendali Tuhan. Kadang kita diuji bukan untuk dilemahkan, tapi untuk didewasakan. Mari kita tetap berdiri di atas kebenaran dan tidak takut untuk menyuarakannya.”
“Kita tidak bisa mewariskan bangsa yang kuat kepada generasi berikutnya jika kita sendiri gentar menegakkan keadilan hari ini. Jangan tunggu giliran menjadi korban baru peduli. Jaga Indonesia, mulai dari hati kita masing-masing.”








