Ketua Laskar Prabowo 08 Aceh, Rauna Mahfud: Empat Pulau Itu Milik Aceh, Mendagri Jangan Abai pada Sejarah

MAJALAHREFORMASI.com – Polemik penetapan kepemilikan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumatera Utara kembali mencuat setelah terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Keputusan yang ditandatangani Mendagri Tito Karnavian pada 25 April 2025 itu menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek sebagai bagian dari wilayah administrasi Sumatera Utara.

Keputusan ini menuai gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat Aceh. Salah satu datang dari Rauna Mahfud, Ketua Laskar Prabowo 08 Aceh. Dalam pernyataan tegasnya, Rauna menyayangkan keputusan tersebut yang dinilai mengabaikan sejarah, budaya, dan fakta administratif masa lalu.

“Warga Aceh, termasuk para tokoh nasional, akademisi, dan pemangku kebijakan, sudah menyuarakan keberatan secara terbuka. Bahkan bukti-bukti historis dan budaya sudah dikemukakan. Tapi tampaknya Mendagri memilih untuk menutup telinga. Lagi-lagi Mendagri seperti tuli, Pak,” ujarnya melalui sambungan telepon.

Rauna menilai seharusnya Mendagri sudah melaporkan dan membahas masalah ini secara langsung dengan Presiden agar tidak berkembang menjadi isu yang lebih besar. Ia menyebut bahwa pendekatan sepihak dari pemerintah pusat hanya akan menambah luka lama dalam relasi antara Aceh dan Jakarta.

Namun, Rauna tetap memberikan apresiasi kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto yang dinilai telah menunjukkan sikap bijaksana dengan mengambil alih perhatian terhadap persoalan ini.

“Saya melihat Pak Prabowo punya niat tulus. Dalam pidatonya, beliau pernah meminta maaf kepada rakyat Aceh karena merasa belum memberikan kontribusi nyata, dan berjanji akan memberikan hadiah untuk Aceh. Mungkin inilah momentum itu. Kembalikan empat pulau tersebut ke pangkuan Aceh,” tegasnya.

Lebih jauh, Rauna juga membantah isu liar yang berkembang bahwa polemik ini akan memunculkan kembali wacana separatisme atau dikaitkan dengan pernyataan Gubernur soal GAM. Menurutnya, hal itu sangat tidak berdasar.

“Itu tudingan yang tidak berdasar. Gubernur Aceh sekarang berasal dari partai lokal yang berafiliasi dengan Gerindra. Bahkan beliau pernah menjadi penasehat Partai Gerindra dan Wakil Gubernurnya adalah Ketua DPD Gerindra Aceh. Jadi tidak ada ruang untuk narasi destruktif seperti itu,” tegas Rauna.

Rauna juga menekankan bahwa perjuangan ini bukan tentang keinginan memisahkan diri dari NKRI, melainkan soal menuntut hak Aceh berdasarkan konstitusi dan perjanjian yang berlaku.

“Aceh punya otonomi khusus berdasarkan perjanjian Helsinki. Tapi jangan dilupakan bahwa batas wilayah Aceh harus tetap merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 1956. Di sana sudah jelas batas administratif Aceh, termasuk wilayah-wilayah kepulauan tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, bila keputusan Mendagri tetap dibiarkan, maka ini akan menjadi preseden buruk dalam hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, serta memperuncing ketidakpercayaan publik terhadap keadilan pemerintahan pusat terhadap daerah.

Menutup pernyataannya, Rauna berharap Prabowo mampu memenuhi harapan rakyat Aceh sebagai wujud dari janji politik dan moralnya.

“Saya yakin, Prabowo tahu betapa pentingnya menjaga marwah rakyat Aceh. Empat pulau itu bukan hanya soal wilayah, tetapi juga soal identitas, sejarah, dan martabat yang memang milik masyarakat Aceh sejak awal,” tutup Rauna.****

banner 336x280

Tinggalkan Balasan