Logo Selasa, 15 Oktober 2024
images

MAJALAHREFORMASI.com - Sidang kasus penipuan dan pemalsuan dengan terdakwa Prof Marthen Napang (MN) yang juga diketahui berprofesi sebagai Guru Besar di Unhas dan  ketua BP Yayasan Sekolah Teologi Intim  kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/9) siang.

Kali ini sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi. Empat orang saksi disiapkan JPU, diantaranya John Palinggi, Rustini, Sutiah dan Irma Uli Siregar.

Hakim menanyakan kepada keempat saksi satu per satu apakah mereka mengenal terdakwa MN sebelumnya dan punya hubungan keluarga di antara mereka.

"Saya kenal, tapi tidak ada hubungan saudara," ujar salah satu saksi, John Palinggi, kepada majelis hakim. Tiga saksi lainnya memberikan jawaban yang serupa.

Atas permintaan penasehat terdakwa, saksi John Palinggi memberi  keterangan pertama kali, sementara saksi-saksi lainnya menunggu di luar ruang sidang setelah pengambilan sumpah.

Pada perSidangan itu, John Palinggi menyampaikan, pada hakim bahwa telah mengirim uang beberapa kali ke tersangka MN.

Penyerahan uang pertama dilakukan pada 9 Juli 2017 sebesar Rp50 juta untuk kelancaran administrasi terkait kasus Budi Setiawan, sahabat saksi korban, yang tengah diproses di Mahkamah Agung (MA).

"Beliau menawarkan bantuan jika ada kasus yang perlu ditangani, sebagai bentuk rasa terima kasih karena saya memberikan satu ruangan secara cuma-cuma untuk dijadikan kantor. Saat itu, MN juga menunjukkan 12 salinan putusan MA yang telah dimenangkannya," ujar John Palinggi.

"Atas permintaan MN dana itu diberikan secara transfer ke rekening BCA Cempaka Putih atas nama Elsa Novita," sambungnya.

Pada tanggal 12 Juli 2017, MN kembali meminta dana sebesar Rp800 juta untuk membayar fee pengacara. "Saya langsung ke BCA City Tower dan mentransfer uang tersebut ke tiga rekening berbeda sesuai permintaan MN, yakni Rp300 juta ke rekening BCA Kendari atas nama Sahyudin, Rp200 juta ke rekening BCA Cempaka Putih atas nama Elsa Nopita, dan Rp300 juta ke rekening BNI Bekasi atas nama Sueb," jelasnya.

Keesokan harinya, pada 13 Juli 2017 sore, sekretarisnya, Irma Uli Siregar, memberitahukan bahwa ada email terkait putusan MA dengan hasil kabul. "Saya menerima putusan tersebut melalui email yang dikirim dari email terdakwa," tambahnya.

Kemudian, pada 14 Juli 2017, MN meminta tambahan dana sebesar Rp200 juta untuk fee pengacara. John lalu menanyakan kepada stafnya, Rusmini, berapa uang tunai yang tersedia saat itu. Rusmini menjawab bahwa ada Rp100 juta. "Ada dana Rp100 juta yang baru diambil dari bank, dan saya perintahkan manajer keuangan untuk menyerahkan uang itu secara tunai kepada MN," ujarnya.

Namun belakangan ketika di cek ke Mahkamah Agung, ternyata  pihak MA menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan putusan seperti itu. Lebih miris lagi, kasus tersebut (Budi Setiawan) sebenarnya telah ditolak MA

Pada persidangan ini, Hakim Ketua juga sempat menegur kuasa hukum terdakwa MN. Teguran itu diberikann lantaran mengajukan pertanyaan yang berulang-ulang dan terkesan mencari kesalahan saksi korban.

"Kuasa hukum terdakwa, fokuskan pertanyaan pada pembuktian bahwa terlapor tidak bersalah, bukan mencari-cari kesalahan saksi. Jangan ulangi pertanyaan yang sudah diajukan, agar proses sidang tidak berlarut-larut," tegas Ketua Hakim.

Sidang diskors dan akan dilanjutkan pada Selasa pagi (9/7) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya. (*)