Logo Senin, 16 Juni 2025
images

MAJALAHREFORMASI.com – Suasana pagi itu di Gereja Pentakosta Kristus, Jakarta Pusat, berbeda dari biasanya. Hangatnya persekutuan dan sorak sukacita memenuhi ruangan saat seorang pria dengan langkah mantap dan penuh kerendahan hati naik ke mimbar. Dialah Jhon Panggabean — bukan hanya dikenal sebagai pengacara kondang dan mantan Ketua Umum Panggabean se-Jabodetabek, tetapi kini tampil sebagai hamba Tuhan yang penuh semangat dan kasih.

Dengan senyum lebar, Jhon menyapa jemaat dan membuka khotbahnya dengan candaan yang menggugah: “Semakin bertambah umur dan punya cucu, saya semakin semangat dan bersukacita.” Kalimat sederhana itu menjadi cerminan isi hatinya sebagai kakek, ayah, sekaligus pelayan Tuhan yang terus menemukan kekuatan baru dalam setiap musim hidupnya.

Dari Kegelapan Menuju Terang

Tak ada kesaksian yang lebih kuat dari kisah hidup yang diubahkan. Jhon tidak menutupi masa lalunya. Ia mengaku bahwa masa remajanya penuh pergumulan, terjerumus dalam alkohol dan praktik okultisme. “Waktu SMP sampai SMA bahan sampai tamat kuliah peminum dan ikut okultisme. Tapi Tuhan itu Maha Pengampun,” tuturnya dengan nada syukur.

Kesaksian ini menjadi bukti nyata bahwa kasih karunia Tuhan sanggup mengangkat siapa saja dari lembah kelam menuju kehidupan yang kudus.

Iman yang Hidup Melalui Perbuatan

Dalam khotbahnya yang bertema "Iman Harus Disertai dengan Perbuatan," Jhon mengangkat Yakobus 2:14–26 sebagai dasar firman, menekankan pentingnya keterkaitan antara iman dan perbuatan. Baginya, iman bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan harus diwujudkan melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ia juga mengutip Ibrani 11:1 untuk menguatkan jemaat agar tetap percaya meskipun jawaban doa belum terlihat, sambil mengingatkan: “Kalau Tuhan bilang Dia memberkati, imani. Yakin dalam penantian.”

Ia pun berbagi pengalaman pribadi pernah mengalami sakit selama dua tahun. Dalam kelemahan, ia berdoa memohon umur panjang, bukan demi diri sendiri, tetapi agar tetap bisa menjadi inspirasi bagi sesama. “Kalau dalam pencobaan, tenang saja,” ujarnya, mengutip Yakobus 1:4 bahwa ujian mendatangkan ketekunan yang memurnikan iman.

Sukacita Sejati dan Hidup yang Kudus

Menurut Jhon, sukacita sejati tidak tergantung pada keadaan, melainkan bersumber dari iman. Ia menekankan bahwa menjadi orang tua, bahkan kakek, adalah kekayaan yang tak ternilai. “Anak dan cucu adalah warisan dari Tuhan yang harus kita jaga dengan hidup yang benar,” tegasnya.

Untuk generasi muda, Jhon memberi dorongan penuh semangat: “Kalau punya cita-cita, misalnya jadi musisi, tekuni dengan sungguh dan pakai itu untuk melayani Tuhan.” Namun, ia menegaskan pentingnya hidup kudus, karena Tuhan melihat hati dan pikiran manusia. “Tuhan tidak mencobai kita. Keinginan kitalah yang kerap membawa pencobaan,” jelasnya.

Penutup yang Menginspirasi

Dalam khotbahnya, Jhon menyampaikan bahwa sejak ia bertobat dan menjalani hidup yang baru, ia menyadari pentingnya membangun hubungan suami istri yang didasari kasih. "Istri harus menghormati suami, dan suami pun wajib mengasihi istri," ujarnya.

Ia juga menambahkan, "Setiap hari sebelum berangkat kerja atau pelayanan, saya selalu meminta istri untuk mendoakan saya, dan saya pun tidak pernah lupa untuk mendoakannya."

Jhon menutup dengan ucapan syukur dan penghargaan kepada sang istri yang sederhana namun setia. “Saya bangga pada istri saya. Kesederhanaannya menjadi berkat dalam keluarga kami.” Baginya, orang tua yang hidup dalam kerendahan hati dan kebenaran akan mewariskan berkat bagi generasi selanjutnya.

"Ganjaran kerendahan hati adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan yang damai, terutama dari Tuhan."

Melalui kesaksian hidup dan pelayanannya, Jhon Panggabean tidak sekadar menyampaikan kotbah—ia menyalurkan harapan. Dalam setiap tantangan, ia menunjukkan bahwa sukacita tetap bisa ditemukan. Asalkan kita terus beriman, berbuat baik, dan hidup kudus.

"Karena di dalam Tuhan, selalu ada alasan untuk bersukacita." Pungkasnya menutup. (David)