Logo Kamis, 18 April 2024
images

Dra. Alida Handau Lampe Guyer. Msi

PALANGKARAYA, MAJALAHREFORMASI.com
Hampir dua tahun pandemi covid - 19 melanda dunia tidak terkecuali Indonesia. Virus yang berasal dari Wuhan tersebut bergerak tidak terkendali merambah ke berbagai negara. Di Indonesia virus ini menyebar dan menular dengan cepat serta sulit dikendalikan, kasus orang terinfeksi dan terpapar semakin meningkat tajam, tiap hari kita disuguhi kabar duka dan nestapa.

Berbagai upaya telah  dilakukan Pemerintah untuk mengatasi pandemi yang lonjakannya masih tinggi diantaranya memberlakukan PPKM Darurat untuk daerah Jawa Bali plus di beberapa daerah di Provinsi luar Jawa. Demi menghambat lajunya penularan virus ganas tersebut yang telah bermutasi menjadi beberapa varian, termasuk varian Delta yang sangat ditakutkan, karena sifatnya mematikan dan menular dengan cepat.

Ditengah kegundahan masyarakat akibat peraturan pemerintah yang sering berubah, tiba-tiba masyarakat dikejutkan dengan aturan vaksin berbayar yang akan diberlakukan mulai pada hari senin 12 juli 2021 ini. Pemerintah telah menunjuk perusahaan farmasi Kimia Farma untuk melaksanakan tugas tersebut.

Pada umumnya reaksi masyarakat menolak keras vaksin berbayar ditengah merebaknya pandemi, disamping sangat tidak etis hal tersebut juga menimbulkan berbagai dugaan bahwa vaksin gratis yang diberikan kepada masyarakat selama ini bermutu rendah dan tidak terjamin kemampuannya untuk menangkal covid. Terbukti setelah sebagian masyarakat mendapat vaksin tetap rentan terpapar virus covid dan bahkan arus pandemi semakin menghebat.

Ditengah berbagai ketidakpastian efektivitas vaksin sinovac  yang telah diberikan secara gratis tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan vaksin berbayar, hal ini seolah - olah membenarkan anggapan bahwa kalau mau vaksin yang baik dan efektif harus bayar.

Aturan mengenai harga vaksin berbayar tersebut ditetapkan dalam keputusan Menkes RI No HK 01.07 /Menkes/4643/2021 tentang penetapan besaran harga vaksin Sinopharm berbayar rp 321.660,- perdosis dan biaya pelayanan vaksinasi sebesar rp 117.910,- per injeksi. Vaksin harus dilakukan dua kali.

Ditengah pandemi yang masih mengganas dan pemberlakuan PPKM JAWA-BALI, pemberlakuan vaksinasi berbayar apapun alasannya sungguh menyakitkan karena sejatinya tugas pemerintah adalah untuk melindungi masyarakatnya dari ancaman bahaya penyakit menular. Dalam UU Karantina Kesehatan no 6 thn 2018, dengan jelas disebut bahkan biaya hidup orang dan hewan ditanggung pemerintah jika karantina wilayah diberlakukan.

Ketidaktegasan pemerintah dan kegamangan penanganan covid-19 tercermin dari peraturan yang berubah-ubah, pada awalnya pemerintah memberlakukan PSBB, kemudian PPKM, PPKM Mikro dan terakhir berubah lagi menjadi PPKM Darurat Jawa Bali. Namun efektivitasnya diragukan, karena penyebaran covid semakin meluas dan tidak terkendali.

Dampak ekonomilah justru sangat terasa, hidup semakin susah. Diperkirakan ekonomi terkontraksi semakin dalam, indeks konsumsi masyarakat yang menjadi penopang pertumbuhan ekonomi diperkirakan turun lebih 50%. PPKM justru bisa gagal dan mengakibatkan pengangguran semakin banyak akibat PHK.

Oleh karena, itu pemerintah diharapkan memastikan terus mengakselerasi program vaksinasi yang telah mencapai 48.47 juta dosis (8/7/2021). Tapi apa lacur, sesaat kemudian muncul aturan vaksin berbayar yang justru kontra produktif dalam penuntasan virus covid. Padahal pemerintah mengklaim bahwa kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah hal utama.

"Kunci agar ekonomi membaik adalah kesehatan masyarakat yang baik," kata Presiden dalam suatu kesempatan . Mendapat vaksin secara gratis dari pemerintah adalah hak rakyat yang paling mendasar, hak untuk hidup. Oleh karena itu selayaknya sebagai warga negara kita meminta dengan tegas kepada presiden agar segera mencabut dan membatalkan aturan vaksin berbayar tersebut.

Sebaiknya pemerintah tidak mempermainkan regulasi. Permenkes no 84 thn 2020 menjamin bahwa vaksin gratis. Kemudian Permenkes No. 10 thn 2021 merubah aturan bahwa badan hukum dan badan usaha dapat melaksanakan vaksin gotong royong untuk individu, kemudian dirubah lagi melalui Permenkes no 19 tahun 2021 dimana vaksinasi kepada perorangan atau individu biayanya dibebankan kepada yang bersangkutan.

Selama ini pengadaan vaksin dilakukan oleh pemerintah dan juga donasi dari negara lain, artinya pengadaan vaksin menggunakan uang rakyat, masakan pemerintah tega membisniskan vaksin yang merupakan barang publik untuk melindungi kesehatan masyarakat dimasa pandemi. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah gagal menjalankan mandatnya dalam menangani pandemi covid-19.

Penulis adalah Dra. Alida Handau Lampe Guyer, Msi