Logo Kamis, 22 Mei 2025
images

Lovisa Mardjuki

MAJALAHREFORMASI.com - Di tengah kesibukannya sebagai istri dari seorang direktur utama di salah perusahaan cukup bergengsi di Indonesia, Lovisa Mardjuki tetap konsisten dan setia dalam pelayanan. Bersama suami dan tim pelayanannya, ia terus menjangkau daerah-daerah, menyampaikan kasih Tuhan dan kabar keselamatan. 

Dedikasinya adalah bukti nyata bahwa panggilan Tuhan melampaui segala status dan kenyamanan duniawi.

Dalam suasana Paskah yang penuh makna, Lovisa menyampaikan pesan sederhana namun dalam: kita tidak boleh melupakan pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib.

“Kita harus ingat bagaimana Tuhan Yesus mengorbankan diri-Nya. Dia disiksa, dipukuli, hingga wajah-Nya hancur dan tidak bisa dikenali. Semua itu dilakukan agar kita diselamatkan,” ucapnya lirih.

Paskah mengingatkan kita akan peristiwa tragis sekaligus agung, kematian Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya di hari ketiga. Itu bukan hanya sejarah, tetapi dasar iman yang hidup.

“Tiga hari kemudian Dia bangkit dari kematian, artinya Tuhan hidup,” katanya penuh semangat.

“Kalau Tuhan hidup, bisnis saya mati tiga hari kemudian hidup kembali.”

Kalimat itu bukan sekadar pernyataan iman, tapi juga pengalaman nyata—bahwa ketika iman seseorang runtuh, Tuhan bisa membangkitkannya kembali. Begitulah pengharapan sejati dalam Paskah.

“ketika Saya punya iman yang sedang lemah kemudian bangkit lagi,” lanjutnya.

Dalam renungannya, Lovisa menegaskan bahwa kita tidak boleh melupakan pengorbanan Tuhan Yesus, karena kematian-Nya bukan akhir, tetapi awal dari hidup baru. Kini, Yesus duduk di sebelah kanan Allah Bapa, menjadi Pengantara dan Pendoa Syafaat bagi kita.

Otoritas yang Diberikan Tuhan

Salah satu hal penting yang ia garis bawahi adalah otoritas. Menurutnya, Paskah bukan hanya berbicara tentang keselamatan, tetapi juga otoritas ilahi yang diberikan kepada anak-anak Tuhan.

“Saya bangga terhadap Tuhan Yesus. Kalau kita sudah menjadi anak-Nya, Tuhan memberikan otoritas. Tapi otoritas itu jangan disalahgunakan.”

Ia kemudian mencontohkan bagaimana dalam pemerintahan, konstitusi bisa memberikan kuasa, namun selalu ada risiko penyalahgunaan. Hal yang sama bisa terjadi dalam kehidupan rohani.

“Begitu juga dengan kita. Jangan menyalahgunakan otoritas yang Tuhan berikan kepada sesama.”

Tugas Kita: Menyelamatkan Jiwa-jiwa

Paskah tidak berhenti pada diri sendiri. Kebangkitan Kristus menyalakan kembali misi kita untuk membawa terang bagi orang lain.

“Kalau Tuhan sudah menyelamatkan kita dan membuka mata rohani kita, maka kita juga harus menyelamatkan jiwa orang lain.”

Menurut Lovisa, Tuhan sedang mencari hati yang terbeban pada jiwa-jiwa. Bukan sekadar orang yang tahu firman, tapi yang benar-benar peduli akan keselamatan sesama. Itulah bentuk ketaatan dan kasih yang sejati.

Seperti yang ditunjukkan dalam kehidupan dan pelayanan Lovisa, iman yang sejati bukan hanya tinggal di gereja, tapi hadir dalam setiap langkah, setiap pekerjaan, dan setiap relasi kita dengan sesama.

Berikut adalah makna Paskah menurut masing-masing pribadi yang selama ini menjadi bagian dari tim pelayanan Lovisa Mardjuki:

Makna Paskah di Mata Shandy: Hari Kemenangan yang Tiada Duanya

Bagi Shandy, seorang wanita yang aktif dalam pelayanan gereja, Paskah bukan sekadar tradisi atau ritual tahunan. Ia memaknai Paskah sebagai hari kemenangan yang agung—kemenangan atas dosa dan kematian, yang diraih melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib.

"Buat saya, Paskah itu satu hari kemenangan dari dosa dan kematian. Jadi khususnya sebagai umat percaya, saya sangat bangga atas pengorbanan Tuhan di kayu salib," ujar Shandy dengan penuh keyakinan.

Paskah bagi Shandy bukan hanya tentang mengenang, tetapi juga tentang menjawab kasih Tuhan dengan tindakan nyata. Ia percaya bahwa setiap orang percaya memiliki tugas mulia: melayani Tuhan dengan sepenuh hati, tanpa pamrih dan tanpa mengenal lelah.

"Tugas kita saat ini adalah bagaimana kita mau berkorban untuk Tuhan kita—yakni dengan melayani Tuhan dengan segenap hati kita," ungkapnya. "Itulah cara kita membalas kasih yang begitu besar."

Perayaan Paskah juga memiliki makna kontras yang mendalam jika dibandingkan dengan Natal. Jika Natal adalah momen kelahiran Sang Juru Selamat, maka Paskah adalah puncak karya penyelamatan-Nya—kematian dan kebangkitan yang membawa harapan bagi dunia.

"Bagi aku, Paskah itu tiada duanya. Ini adalah peristiwa paling luar biasa dalam sejarah iman kita," tambah Shandy.

Sebagai wujud nyata dari makna Paskah, Shandy bersama komunitasnya biasa mengunjungi panti wreda dan panti asuhan. Dalam momen itu, mereka membagikan kasih dan sukacita Paskah kepada mereka yang membutuhkan, menghadirkan cinta kasih Tuhan melalui tindakan sederhana namun penuh makna.

"Kami ingin mereka juga merasakan kasih Tuhan di momen spesial ini," katanya.

Melalui pengorbanan, pelayanan, dan kasih yang dibagikan, Shandy percaya bahwa makna Paskah tidak hanya hidup dalam kenangan, tapi juga nyata dalam tindakan sehari-hari. Sebuah kemenangan yang terus dirayakan dalam kasih dan pelayanan.

Mia Sigit: Paskah adalah Paket Lengkap Karya Penyelamatan

Tak mau ketinggalan dalam menyuarakan makna Paskah, Mia Sigit, seorang wanita yang aktif dalam pelayanan, memaknai hari raya ini sebagai sebuah paket lengkap: kelahiran, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus ke surga. Bagi Mia, semua elemen itu saling terhubung dan menjadi dasar iman Kristen yang tak tergoyahkan.

"Paskah itu bukan cuma tentang Yesus mati dan bangkit. Tapi itu satu paket utuh—Yesus lahir, mati, bangkit, dan naik ke surga. Tanpa kematian-Nya, mungkin saya yang harus mati karena dosa saya sendiri," ungkap Mia penuh syukur.

Banyak orang mempertanyakan iman Kristen dengan berkata, "Tuhanmu mati, berarti kalah dong?" Namun bagi Mia, di situlah letak kemenangan terbesar.

"Yesus memang mati, tapi Dia bangkit! Kebangkitan-Nya adalah bukti nyata bahwa Dia menang atas maut dan dosa. Dan bukan hanya bangkit, Dia juga memberi janji dan kuasa kepada kita,” jelasnya.

Mia mengingatkan bahwa Yesus tidak hanya bangkit, tapi juga meninggalkan pesan penting bagi umat-Nya: Amanat Agung.

"Jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Itu pesan Yesus sebelum Dia naik ke surga, dan saya ada di sini karena ingin menjalankan itu," tegasnya.

Tak hanya itu, Mia juga percaya bahwa kebangkitan Kristus membawa tanda-tanda heran bagi umat-Nya, seperti yang dijanjikan dalam Markus 16:17-18. Janji itu menyertai setiap orang yang mau percaya dan taat.

Lebih dari sekadar momen sakral, bagi Mia, Paskah adalah harapan kekal. Ia percaya bahwa saat Yesus naik ke surga, Ia sedang mempersiapkan tempat bagi setiap orang percaya.

"Dulu waktu sekolah Minggu kita nyanyi ‘kita pakai baju putih, ada mahkotanya’. Dan sekarang saya percaya, itu bukan hanya lagu—itu janji nyata," kenangnya dengan senyum.

Lewat Paskah, Mia Sigit mengajak setiap orang Kristen untuk tidak hanya merayakan secara simbolis, tapi juga menjalankan Amanat Agung—menjadi terang dan garam di dunia, serta membawa banyak jiwa kembali kepada Tuhan. (David)