MAJALAHREFORMASI.com - Kota Bekasi, yang dikenal sebagai salah satu kota paling toleran di Indonesia, baru-baru ini dihadapkan pada tantangan terkait kegiatan ibadah jemaat Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Trinitas. Masalah ini mencuat setelah sebuah video viral di media sosial menampilkan seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menyampaikan keberatan atas ibadah yang dilaksanakan di rumah salah seorang jemaat di Jl. Siput Raya, Bekasi Selatan, pada 24 September 2024.
Kementerian Agama (Kemenag) menegaskan bahwa masalah tersebut telah diselesaikan dengan damai melalui dialog dan mediasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Pemerintah Kota Bekasi. Dirjen Bimas Kristen Dr.Jeane Marie Tulung, S.Th, M.Pd mengetahui hal ini langsung berkoordinasi dengan Ketua Jemaat Pdt. Maria C. M.Pd.K. Mambu, Ketua Wilayah Pdt. Krise Gosal, dan juga Pembimas Kristen Harapan Nainggolan. Kemenag menekankan pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama, khususnya di kota yang dikenal dengan toleransinya seperti Bekasi.
Ibadah yang dipermasalahkan oleh oknum ASN itu sebelumnya dilakukan di sebuah mall di daerah Galaxy, namun akibat pandemi, jemaat GMIM Trinitas memindahkan lokasi ibadah sementara ke rumah Penatua GMIM, Pnt. Johnny Lalamentik. Sejak Juli 2024, oknum ASN tersebut telah beberapa kali menyatakan keberatannya atas kegiatan ibadah di lokasi tersebut.
Untuk menangani situasi ini, Kementerian Agama Jawa Barat, melalui Pembimbing Masyarakat Kristen (Pembimas Kristen), Harapan Nainggolan, langsung turun ke lokasi untuk memantau situasi. Dalam kunjungannya, ia memastikan bahwa tidak ada gangguan signifikan terhadap aktivitas ibadah maupun penutupan jalan di sekitar lokasi. “Beberapa umat Kristen dari gereja lain yang berada di sekitar lokasi tidak mempermasalahkan kegiatan tersebut, menunjukkan toleransi yang baik,” jelas Harapan.
Pada 12 September 2024, FKUB mengadakan rapat bersama dengan GMIM, PGIS, dan warga sekitar untuk mencari solusi. Salah satu rekomendasi yang disampaikan adalah jemaat GMIM diminta untuk mencari lokasi alternatif, seperti ruko, untuk ibadah sementara, serta terus berdialog dengan warga agar kehadiran mereka lebih diterima.
Kemenag juga bergerak cepat dengan mengadakan rapat koordinasi pada 23 September 2024 bersama Kesbangpol, Camat, Lurah, dan unsur gereja guna mencari solusi jangka panjang. Salah satu usulan yang dihasilkan adalah relokasi sementara atau peminjaman tempat ibadah agar semua pihak merasa nyaman.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menegaskan bahwa kerukunan antarumat beragama adalah fondasi penting di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. "Kami menghimbau agar jemaat tetap cooling down dan menjaga suasana tenang. Bekasi telah dikenal sebagai Kota Toleran Nomor 1 di Indonesia, dan ini adalah sesuatu yang harus kita jaga bersama," ujar Yaqut.
Dalam jumpa pers yang digelar pada 24 September 2024, oknum ASN yang terlibat, yang menjabat sebagai Kabid Pemasaran Pariwisata Disparbud Kota Bekasi, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. "Saya atas nama pribadi dan keluarga meminta maaf kepada masyarakat Kota Bekasi, jemaat GMIM, dan Pdt. Maria atas tindakan saya," ucapnya.
Pj. Wali Kota Bekasi, R. Gani Muhamad, menyatakan bahwa Pemerintah Kota Bekasi akan mengambil tindakan tegas terhadap ASN tersebut. Tim pemeriksa telah dibentuk untuk menindaklanjuti permasalahan ini. "Pemerintah daerah berkomitmen untuk menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama di wilayah ini," tegasnya.
Meski sempat menjadi sorotan publik, Kemenag berharap bahwa dengan dialog yang terbuka dan komunikasi yang baik, masalah ini dapat diselesaikan dengan damai. Semua pihak diharapkan dapat hidup berdampingan dengan penuh toleransi, menjadikan Bekasi sebagai contoh kota yang terus menjaga keharmonisan antarumat beragama. (David)