Logo Minggu, 16 Maret 2025
images

MAJALAHREFORMASI.com - Sidang lanjutan kasus Penipuan dengan terdakwa Prof. DR. Marthen Napang, SH., MH (MN) kembali digelar Pengadilan Negri Jakarta Pusat, Rabu (5/5/2025).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta majelis Hakim untuk menolak Nota Pembelaan (Pledoi) yang diajukan oleh Tim Penasihat Hukum Terdakwa dan terdakwa terhadap Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara : PDM-156/M.1.10/07/2024.

"Menolak dan mengesampingkan seluruh isi Nota Pembelaan yang diajukan oleh Penasihat Hukum dan terdakwa Prof. DR Marthen Napang, SH.MH," kata Jaksa.

Jaksa menilai ada beberapa point penting yang menjadi dasar JPU, diantaranya penasihat hukum terdakwa masih menggunakan uraian dalam surat dakwaan untuk membuktikan unsur pasal, padahal dalam hukum pidana, pembuktian harus didasarkan pada fakta-fakta di persidangan. Jaksa menegaskan bahwa pembuktian harus melibatkan keterangan saksi, ahli, alat bukti surat, petunjuk, dan barang bukti yang saling bersesuaian untuk menunjukkan kesalahan terdakwa.

Dalam kasus ini, jaksa juga menguraikan kronologi dugaan penipuan yang dilakukan terdakwa terhadap saksi John Palinggi. Terdakwa mengaku memiliki akses ke Mahkamah Agung dan meyakinkan saksi dengan menunjukkan putusan palsu. Saksi kemudian mentransfer sejumlah uang berdasarkan kepercayaan terhadap terdakwa. Namun, setelah dilakukan pengecekan, putusan tersebut ternyata bukan produk resmi Mahkamah Agung.

Jaksa juga mengungkap bukti elektronik yang menunjukkan bahwa terdakwa mengirimkan putusan palsu melalui email pribadinya. Pemeriksaan forensik terhadap barang bukti elektronik menguatkan keterlibatan terdakwa dalam tindak pidana ini. Berdasarkan fakta-fakta ini, jaksa berpendapat bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur pasal yang didakwakan.

Sidang akan kembali digelar pekan depan, dengan agenda tanggapan terdakwa mengenai yang disampaikan JPU.

JPU menuntut MN dengan hukuman selama 4 (empat) tahun dikurangi masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani. MN dinilai terbukti melanggar Pasal 263 Ayat (2) KUHP. (*)