Logo Minggu, 16 Maret 2025
images

MAJALAHREFORMASI.com - Ketua DPD Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (PIKI) DKI Jakarta, Royke Turang, SE angkat bicara terkait dinamika politik tanah air menjelang pemilu 2024. Menurutnya, pemilu kali ini sangat menarik karena isu primordialnya jauh menurun tidak seperti pemilu tahun 2014 dan 2019 silam. "Saya ambil contoh Fraksi Gerindra di Minsel saat itu habis," ujarnya kepada wartawan di Jakarta belum lama ini.

Lalu selanjutnya dia menilai pada momentum pemilu ini semangat rekonsiliasinya sangat kental. Hal itu ditandai dengan masuknya Prabowo dalam pemerintahan. "Saya melihat bagus dan semangat itu dibawa sampai sekakarang," ucapnya.

Sebenarnya, imbuh Royke, Gibran adalah pilihan terakhir, karena dari awal Jokowi ingin menyatukan kelompok Nasionalis yakni Prabowo dan Ganjar. Namun hal itu terbentur karena masing-masing ingin menjadi RI 1.

"Memang PDIP adalah partai pemenang sehingga untuk posisi ketua legisilatif harus dong. Tetapi untuk Pilpres berbeda karena koalisi, jadi koalisi mana yang paling besar, itu seharusnya," tambahnya.

Pada kesempatan itu Royke juga membantah terkait tudingan jika demokrasi di tanah air saat ini mengalami kemunduran. "Kemunduran demokrasi dimananya, demokrasi itu kan kita pahami sebuah proses yang menuju kedaulatan rakyat. Malah bagus dong tidak ada politik identitas," imbuhnya.

"Ya kalau soal drama itu biasa bagaimana playing victim agar mendapat simpati termasuk narasi negatif tentang calon A dan B itu biasa. Tetapi jangan sampai narasi hitam atau black campaign," sanggahnya.

Lebih lanjut, Royke juga memberikan penilaiannya terhadap ketiga Capres ini. Pada pasangan Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan. Dia menilai Anies selama ini hanya sebatas retorika. "Wakilnya cak Imin yang kita tahu kerjanya di Kemenaker biasa saja tidak ada kelebihan apa-apa," kata Royke.

Kemudian untuk calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo, baginya pasangan ini profesional terutama Mahfud MD hanya saja memang dia tidak ada dukungan politik karena berlatar belakang akademisi.

Ganjar terlepas dari kontraversi e-KTP, menurutnya figure yang baik. "Tetapi persoalannya kedaulatan dia sebagai presiden mampu tidak, betul dia petugas partai tetapi partai ini ada yang punya, kecuali partai modren seperti Golkar mekanisme sudah jalan, bukan milik Erlangga atau Abu Rizal Bakrie," terangnya.

"Saya hanya meragukan independensi Ganjar," lanjutnya.

Mantan Ketua Dept Kajian Publik Dewan Pimpinan Nasional SOKSI ini juga berkomentar mengenai capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Sosok Prabowo terlepas kontraversi di Menhan tentang alustista namun tidak pernah terlibat korupsi karena finansialnya sudah cukup.

Gibran memang masih muda. Namun pada usia 30 -35 tahun menurutnya sudah matang dalam bertindak berbeda dengan 17-21 tahun baru terlepas mencari identitas diri. Jika melihat prestasinya di Solo, dia berhasil.

Pada akhir wawancaranya, Royke berharap para pendukung Ganjar dan Prabowo tidak sampai merugikan kelompok nasionalis, walaupun dirinya kader Gerindra dia ingin memastikan keberlanjutan program-program Jokowi.

Royke juga mendorong agar organisasi PIKI melakukan positioning kadernya. "Saya ada di lingkaran HMI, KAMMI tetapi PIKI ini tidak jalan positioning kadernya, dahulu ketika bang Pontas masih ada kita sering dikumpul untuk membahas hal yang nerugikan kita, misalnya UU yang berbau syariah, dan lainnya," pungkasnya. (David)